Sistem Informasi berbasis komputer mengandung arti bahwa komputer
memainkan peranan penting dalam sebuah sistem informasi. Secara teori,
penerapan sebuah Sistem Informasi memang tidak harus menggunakan
komputer dalam kegiatannya. Tetapi pada prakteknya tidak mungkin sistem
informasi yang sangat kompleks itu dapat berjalan dengan baik jika tanpa
adanya komputer. Sistem Informasi yang akurat dan efektif, dalam
kenyataannya selalu berhubungan dengan istilah computer-based atau
pengolahan informasi yang berbasis padakomputer.
Saat ini sistem informasi merupakan isu yang paling penting dalam
pengendalian manajemen. Hal ini disebabkan karena tujuan dari
pengendalian manajemen adalah untuk membantu manajemen dalam
mengkoordinasi sub unit-sub unit dari organisasi dan mengarahkan
bagian-bagian tersebut untuk mencapaitujuan perusahaan. Dua hal yang
menjadi perhatian dari definisi diatas adalah mengkoordinasi dan
mengarahkan. Tentu saja dalam dua proses tersebut diperlukan satu sistem
agar proses koordinasi dan mengarahan dapat berjalan secara efektif
sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Manfaat utama dari
perkembangan sistem informasi bagi sistem pengendalian manajemen adalah :
penghematan waktu (time saving), biaya (cost saving), peningkatan
efektivitas (effectiveness), pengembangan teknologi (technology
development) dan pengembangan personel (staff development).
Sistem informasi dikembangkan untuk tujuan yang berbeda-beda,
tergantung pada kebutuhan bisnis. Skema Sistem Informasi Berbasis
Komputer di organisasi,dapat dibagi menjadi beberapa bagian:
1. Sistem Infirmasi Akuntansi
sistem yang memproses data dan transaksi guna menghasilkan informasi
yang bermafaat untuk merencanakan, mengendalikan, dan mengoperasikan
bisnis.
yang menangani segala sesuatu yang berkenaan dengan Akuntansi. Akuntansi sendiri sebenarnya adalah sebuah sistem informasi.
2. Sistem Informasi Manajemen
Sistem yang mendukung spektrum tugas-tugas organisasional yang lebih
luas dari Sistem Pemrosesan Transaksi (Transaction Processing Systems)
termasuk analisis keputusan dan pembuat keputusan. Juga menghasilkan
informasi yang digunakan untuk membuat keputusan, serta dapat membatu
menyatukan beberapa fungsi informasi bisnis yang sudah terkomputerisasi
(basis data).
3. Sistem Pendukung Keputusan
Sistem ini hampir sama dengan Sistem Informasi Manajemen (Management
Information System) karena menggunakan basis data sebagai sumber data.
Sistem ini bermula dari Sistem Informasi Manajemen (Management
Information System) karena menekankan pada fungsi mendukung pembuat
keputusan diseluruh tahap-tahapnya, meskipun keputusan aktual tetap
wewenang eksklusif pembuat keputusan.
4. Office Automatic
Otomastisasi Kantor mendukung pekerja data, yang biasanya tidak menciptakan pengetahuan baru
melainkan hanya menganalisis informasi sedemikian rupa untuk
transformasikan data atau memanipulasikannya dengan cara-cara tertentu
sebelum menyebarkannya secara keseluruhan dengan organisasi dan
kadang-kadang diluar organisasi. Aspek-aspek Sistem Otomastisasi Kantor
(Office Automation Systems) seperti word processing, spreadsheets,
presentasi
5. Sistem Pakar / Sistem Ahli
Sistem ahli menggunakan pendekatan-pendekatan pemikiran kecerdasan
buatan untuk menyelesaikan masalah serta memberikannya lewat pengguna
bisnis. Sistem ahli yang disebut juga dengan sistem berbasis pengetahuan
(knowledge based systems) secara efektif menangkap dan menggunakan
pengetahuan seorang ahli untuk menyelesaikan masalah yang dialami dalam
suatu organisasi. Berbeda dengan sistem pendukung keputusan (decision
support systems), sistem ini meninggalkan keputusan terakhir bagi
pembuat keputusan sedangkan sistem ahli menyeleksi solusi terbaik
terhadap suatu masalah khusus.
sumber :
http://nurulhaj19.wordpress.com/2011/11/25/sistem-informasi-berbasis-komputer/
http://id.wikipedia.org/wiki/Sistem_informasi_akuntansi
Kumpulan Tugas
Kamis, 31 Oktober 2013
Senin, 07 Oktober 2013
Sistem Informasi Psikologi
PSIKOLOGI
Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya.
Menurut asalnya katanya, psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno: “ψυχή” (Psychē yang berarti jiwa) dan “-λογία” (-logia yang artinya ilmu) sehingga secara etimologis, psikologi dapat diartikan dengan ilmu yang mempelajari tentang jiwa.
SEJARAH PSIKOLOGI
Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan, psikologi melalui sebuah perjalanan panjang. Bahkan sebelum Wundt mendeklarasikan laboratoriumnya tahun 1879, yang dipandang sebagai kelahiran psikologi sebagai ilmu. pandangan tentang manusia dapat ditelusuri jauh ke masa Yunani kuno.Psikologi sendiri sebenarnya telah dikenal sejak jaman Aristoteles sebagai ilmu jiwa, yaitu ilmu untuk kekuatan hidup ( levens beginsel). Aristoteles memandang ilmu jiwa sebagai ilmu yang mempelajari gejala – gejala kehidupan. Jiwa adalah unsur kehidupan (Anima), karena itu tiap – tiap makhluk hidup mempunyai jiwa. Dapat dikatakan bahwa sejarah psikologi sejalan dengan perkembangan intelektual di Eropa, dan mendapatkan bentuk pragmatisnya di benua Amerika.
Psikologi Sebagai Ilmu Pengetahuan
Walaupun sejak dulu telah ada pemikiran tentang ilmu yang mempelajari manusia dalam kurun waktu bersamaan dengan adanya pemikiran tentang ilmu yang mempelajari alam, akan tetapi karena kerumitan dan kedinamisan manusia untuk dipahami, maka psikologi baru tercipta sebagai ilmu sejak akhir 1800-an yaitu sewaktu Wilhem Wundt mendirikan laboratorium psikologi pertama didunia.
Laboratorium Wundt
Pada tahun 1879 Wilhem Wundt mendirikan laboratorium Psikologi pertama di University of Leipzig, Jerman. Ditandai oleh berdirinya laboratorium ini, maka metode ilmiah untuk lebih mamahami manusia telah ditemukan walau tidak terlalu memadai. dengan berdirinya laboratorium ini pula, lengkaplah syarat psikologi untuk menjadi ilmu pengetahuan, sehingga tahun berdirinya laboratorium Wundt diakui pula sebagai tanggal berdirinya psikologi sebagai ilmu pengetahuan.
Berdirinya Aliran Psikoanalisa
Semenjak tahun 1890an sampai kematiannya di 1939, dokter berkebangsaan Austria bernama Sigmund Freud mengembangkan metode psikoterapi yang dikenal dengan nama psikoanalisis. Pemahaman Freud tentang pikiran didasarkan pada metode penafsiran, introspeksi, dan pengamatan klinis, serta terfokus pada menyelesaikan konflik alam bawah sadar, ketegangan mental, dan gangguan psikis lainnya.
FUNGSI PSIKOLOGI SEBAGAI ILMU
Psikologi memiliki tiga fungsi sebagai ilmu yaitu:
HUBUNGAN PSIKOLOGI DENGAN ILMU LAIN
Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya.
Menurut asalnya katanya, psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno: “ψυχή” (Psychē yang berarti jiwa) dan “-λογία” (-logia yang artinya ilmu) sehingga secara etimologis, psikologi dapat diartikan dengan ilmu yang mempelajari tentang jiwa.
SEJARAH PSIKOLOGI
Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan, psikologi melalui sebuah perjalanan panjang. Bahkan sebelum Wundt mendeklarasikan laboratoriumnya tahun 1879, yang dipandang sebagai kelahiran psikologi sebagai ilmu. pandangan tentang manusia dapat ditelusuri jauh ke masa Yunani kuno.Psikologi sendiri sebenarnya telah dikenal sejak jaman Aristoteles sebagai ilmu jiwa, yaitu ilmu untuk kekuatan hidup ( levens beginsel). Aristoteles memandang ilmu jiwa sebagai ilmu yang mempelajari gejala – gejala kehidupan. Jiwa adalah unsur kehidupan (Anima), karena itu tiap – tiap makhluk hidup mempunyai jiwa. Dapat dikatakan bahwa sejarah psikologi sejalan dengan perkembangan intelektual di Eropa, dan mendapatkan bentuk pragmatisnya di benua Amerika.
Psikologi Sebagai Ilmu Pengetahuan
Walaupun sejak dulu telah ada pemikiran tentang ilmu yang mempelajari manusia dalam kurun waktu bersamaan dengan adanya pemikiran tentang ilmu yang mempelajari alam, akan tetapi karena kerumitan dan kedinamisan manusia untuk dipahami, maka psikologi baru tercipta sebagai ilmu sejak akhir 1800-an yaitu sewaktu Wilhem Wundt mendirikan laboratorium psikologi pertama didunia.
Laboratorium Wundt
Pada tahun 1879 Wilhem Wundt mendirikan laboratorium Psikologi pertama di University of Leipzig, Jerman. Ditandai oleh berdirinya laboratorium ini, maka metode ilmiah untuk lebih mamahami manusia telah ditemukan walau tidak terlalu memadai. dengan berdirinya laboratorium ini pula, lengkaplah syarat psikologi untuk menjadi ilmu pengetahuan, sehingga tahun berdirinya laboratorium Wundt diakui pula sebagai tanggal berdirinya psikologi sebagai ilmu pengetahuan.
Berdirinya Aliran Psikoanalisa
Semenjak tahun 1890an sampai kematiannya di 1939, dokter berkebangsaan Austria bernama Sigmund Freud mengembangkan metode psikoterapi yang dikenal dengan nama psikoanalisis. Pemahaman Freud tentang pikiran didasarkan pada metode penafsiran, introspeksi, dan pengamatan klinis, serta terfokus pada menyelesaikan konflik alam bawah sadar, ketegangan mental, dan gangguan psikis lainnya.
FUNGSI PSIKOLOGI SEBAGAI ILMU
Psikologi memiliki tiga fungsi sebagai ilmu yaitu:
- Menjelaskan, yaitu mampu menjelaskan apa, bagaimana, dan mengapa tingkah laku itu terjadi. Hasilnya penjelasan berupa deskripsi atau bahasan yang bersifat deskriptif
- Memprediksikan, Yaitu mampu meramalkan atau memprediksikan apa, bagaimana, dan mengapa tingkah laku itu terjadi. Hasil prediksi berupa prognosa, prediksi atau estimasi
- Pengendalian, Yaitu mengendalikan tingkah laku sesuai dengan yang diharapkan. Perwujudannya berupa tindakan yang sifatnya preventif atau pencegahan, intervensi atau treatment serta rehabilitasi atau perawatan.
HUBUNGAN PSIKOLOGI DENGAN ILMU LAIN
1.Hubungan psikologi dengan sosiologi
Psikologi dengan sosiologi memiliki hubungan satu sama lain yaitu sama-sama mempelajari manusia beserta tingkah lakunya.
2.Hubungan psikologi dengan biologi
Baik biologi maupun psikologi sama-sama membicarakan manusia, pada
segi-segi tertentu kedua ilmu ini ada titik pertemuan . misalnya soal
keturunan, sifat,intelegensi, bakat, dll.
3.Hubungan psikologi dengan Ilmu Pengetahuan Alam
Metode ilmu pengetahuan alam mempengaruhi perkembangan meted dalam
psikologi, karenanya para ahli beranggapan kalau psikologi ingin
mendapatkan kemajuan haruslah mengikuti cara kerja yg di tempuh oleh
ilmu pengetahuan alam.
4.Hubungan psikologi dengan ilmu filsafat
Manusia merupakan obyek dari filsafat yang antara lain membicarakan
soal hakikat kodrat manusia, tujuan hidup dll. Psikologi masih tetap
mempunyai hubungan dengan filsafat terutama menenai hal-hal yang
menyangkut sifat hakikat serta tujuan dari ilmu pengetahuan itu.
5.Hubungan psikologi dengan Paedagogiek
Kedua ilmu ini hampir tidak dapat di pisahkan satu sama lain karena
memiliki hubunga timbal balik, paedagogiek memberikan bimbingan hidup
sedang psikologi menunjukkan perkembangan hidup manusia. Paedagogiek
baru akan tepat sasaran, apabila dapat memahami langkah-langkah/
petunjuk psikologi
6.Hubungan psikologi dengan Agama
Psikologi dan agama sangat erat hubungannya, mengingat agama sejak
turunya kepaa Rosul diajarkan kepada manusia dengan dasar-dasar yang
disesuaikan dengan kondisi dan situasi psikologis juga. Tanpa dasar
tersebut agama sulit mendapat tempat di dalam jiwa manusia.
SISTEM INFORMASI
Sistem : Elemen – elemen yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan.
Sistem : Elemen – elemen yang saling berhubungan untuk mencapai tujuan.
Informasi : Sekumpulan data yang sudah diolah untuk mendapatkan hasil bagi user.
Sistem Informasi : Sekumpulan elemen untuk mengolah data yang berguna bagi user untuk mencapai sebuah tujuan.
Berbasis Komputer: Sistem Informasi “berbasis komputer” mengandung
arti bahwa komputer memainkan peranan penting dalam sebuah sistem
informasi. Secara teori, penerapan sebuah Sistem Informasi memang tidak
harus menggunakan komputer dalam kegiatannya. Tetapi pada prakteknya
tidak mungkin sistem informasi yang sangat kompleks itu dapat berjalan
dengan baik jika tanpa adanya komputer. Sistem Informasi yang akurat dan
efektif, dalam kenyataannya selalu berhubungan dengan istilah
“computer-based” atau pengolahan informasi yang berbasis pada komputer.
DEFINISI
- Sistem Informasi adalah satu Kesatuan data olahan yang terintegrasi dan saling melengkapi yang menghasilkan output baik dalam bentuk gambar, suara maupun tulisan.
- Sistem informasi adalah sekumpulan komponen pembentuk sistem yang mempunyai keterkaitan antara satu komponen dengan komponen lainnya yang bertujuan menghasilkan suatu informasi dalam suatu bidang tertentu. Dalam sistem informasi diperlukannya klasifikasi alur informasi, hal ini disebabkan keanekaragaman kebutuhan akan suatu informasi oleh pengguna informasi. Kriteria dari sistem informasi antara lain, fleksibel, efektif dan efisien.
- Sistem informasi adalah sistem yang saling berhubungan dan terintegrasi satu dengan yang lain dan bekerja sesuai dengan fungsinya untuk mengatur masalah yang ada.
- Sistem Informasi adalah sekumpulan hardware, software, brainware, prosedur dan atau aturan yang diorganisasikan secara integral untuk mengolah data menjadi informasi yang bermanfaat guna memecahkan masalah dan pengambilan keputusan.
Aspek psikologis dalam perkembangan Organisasi berbasis Sistem
Informasi Psikologi didefinisikan sebagai kajian ilmiah tentang tingkah
laku dalam proses mental organisasi. Aspek psikologi sebenarnya lebih
mengarah kepada manusia sebagai pengguna sistem informasi yang ada.
Informasi disini saya ambil contoh tentang penggunaan komputer beserta
aplikasinya dalam bidang psikologi itu sendiri. Salah satu contohnya
yaitu pengguna komputer dalam pembuatan software-software untuk
bidang psikologi. Misalnya saja, di perusahaan sekarang ini banyak
menggunakan software tentang alat tes agar waktu yang digunakan dalam
menyeleksi calon karyawan baru lebih cepat dan efisien, serta tidak
membuang tenaga para penyeleksinya. Selain itu, contoh lainnya adalah
dalam penggunaan software dari microsoft office,
dimana yang dahulunya kita harus memakai mesin ketik untuk membuat surat
atau membuat tulisan agar terlihat rapih, tapi sekarang berkat adanya
komputer dan system informasi maka pekerjaan kita untuk membuat surat atau tulisan yang lain lebih cepat dan bahkan lebih rapih.
Contoh lain dalam bidang psikologi yaitu penggunaan laboratorium psikologi dimana didalamnya menggunakan prinsip ilmu komputer.
Contoh lain mungkin dengan sistem konseling online yang
sekarang ini banyak beredar dan banyak hadir di situs jejaring sosial.
Hal-hal diatas merupakan sebagian contoh penggunaan sistem informasi
dalam bidang psikologi saat ini. Dimana, ilmu psikologi juga berkembang
berkat adanya perkembangan yang sangat pesat dari ilmu komputer itu
sendiri.
sumber:
Buku Data Bes, Edisi Pertama Cetakan Kelima, Juni 1996 Diterbitkan Pertama Kali Oleh Gunadarma
http://carapedia.com/pengertian_definisi_psikologi_info2031.html
http://pungkasanugrahutami.wordpress.com/2012/10/01/sistem-informasi-psikologi/
http://pungkasanugrahutami.wordpress.com/2012/10/01/sistem-informasi-psikologi/
Senin, 06 Mei 2013
Behavior Therapy
A. Konsep Dasar
Konsep dasar yang dipakai oleh Behavior Therapy adalah belajar. Belajar yang dimaksud adalah perubahan tingkah laku yang disebabkan bukan karena kematangan. Teori Belajar yang dipakai dalam pendekatan ini sebagai aplikasi dari percobaan-percobaan tingkah laku dalaam laboratorium.
Manusia merupakan mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar. Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya.
Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan melalui hukum-hukum belajar :
Tingkah laku tertentu pada individu dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidakpuasan yang diperolehnya. Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku.
Adapun karakteristik konseling behavioral adalah :
B. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan. Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentu dari cara belajar atau lingkungan yang salah.
Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat. Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga tingkah laku tersebut dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar
C. Tujuan Konseling
D. Deskripsi Proses Konseling
Proses konseling adalah proses belajar, konselor membantu terjadinya proses belajar tersebut.
Konselor aktif :
Deskripsi langkah-langkah konseling :
(b) Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil konseling
(c) Konselor dan klien mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan klien :
- apakah merupakan tujuan yang benar-benar dimiliki dan diinginkan klien;
- apakah tujuan itu realistic
- kemungkinan manfaatnya;
- kemungkinan kerugiannya
- Konselor dan klien membuat keputusan apakahmelanjutkan konseling dengan menetapkan teknik yang akan dilaksanakan, mempertimbangkan kembali tujuan yang akan dicapai, atau melakukan referal.
Teknik konseling behavioral didasarkan pada penghapusan respon yang telah dipelajari (yang membentuk tingkah laku bermasalah) terhadap perangsang, dengan demikian respon-respon yang baru (sebagai tujuan konseling) akan dapat dibentuk.
E. Prinsip Kerja Teknik Konseling Behavioral
F. Teknik-teknik Konseling Behavioral
Latihan Asertif
Teknik ini digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.
Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakikatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.
Pengkondisian Aversi
Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.
Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
Pembentukan Tingkah laku Model
Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien, dan memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.
Covert Sensitization
Teknik ini dapat digunakan untuk merawat tingkah laku yang menyenangkan klien tapi menyimpang, seperti homosex, alcoholism. Caranya: Belajar rileks dan diminta membayangkan tingkah laku yang disenangi itu. Kemudian di saat itu diminta membayangkan sesuatu yang tidak menyenangkan dirinya. Misalnya, seorang peminum, sambil rileks diminta untuk membayangkan minuman keras. Di saat gelas hamper menyentuh bibirnya, diminta untuk membayangkan rasa muak dan ingin muntah. Hal ini diminta berulangkali dilakukan, hingga hilang tingkah laku peminumnya.
Thought Stopping
Teknik ini dapat digunakan untuk klien yang sangat cemas. Caranya klien disuruh menutup matanya dan membayangkan dirinya sedang mengatakan sesuatu yang mengganggu dirinya, misalnya membayangkan dirinya berkata “saya jahat!”. Jika klien memberi tanda sedang membayangkan yang dicemaskannya (ia berkata pada dirinya: “saya jahat!”), terpis segera berteriak dengan nyaring : “berhenti!”. Pikiran yang tidak karuan itu segera diganti oleh teriakan terapis. Klien diminta berulang kali melakukan latihan ini, hingga dirinya sendiri sanggup menghentikan pikiran yang mengganggunya itu.
sumber : http://bk-upy.com/behavior-therapy/
Konsep dasar yang dipakai oleh Behavior Therapy adalah belajar. Belajar yang dimaksud adalah perubahan tingkah laku yang disebabkan bukan karena kematangan. Teori Belajar yang dipakai dalam pendekatan ini sebagai aplikasi dari percobaan-percobaan tingkah laku dalaam laboratorium.
Manusia merupakan mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor-faktor dari luar. Manusia memulai kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya.
Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan melalui hukum-hukum belajar :
- Pembiasaan klasik
- Pembiasaan operan
- Peniruan.
Tingkah laku tertentu pada individu dipengaruhi oleh kepuasan dan ketidakpuasan yang diperolehnya. Manusia bukanlah hasil dari dorongan tidak sadar melainkan merupakan hasil belajar, sehingga ia dapat diubah dengan memanipulasi dan mengkreasi kondisi-kondisi pembentukan tingkah laku.
Adapun karakteristik konseling behavioral adalah :
- berfokus pada tingkah laku yang tampak dan spesifik
- Memerlukan kecermatan dalam perumusan tujuan konseling
- Mengembangkan prosedur perlakuan spesifik sesuai dengan masalah klien
- Penilaian yang obyektif terhadap tujuan konseling.
B. Asumsi Tingkah Laku Bermasalah
Tingkah laku bermasalah adalah tingkah laku atau kebiasaan-kebiasaan negatif atau tingkah laku yang tidak tepat, yaitu tingkah laku yang tidak sesuai dengan tuntutan lingkungan. Tingkah laku yang salah hakikatnya terbentu dari cara belajar atau lingkungan yang salah.
Manusia bermasalah itu mempunyai kecenderungan merespon tingkah laku negatif dari lingkungannya. Tingkah laku maladaptif terjadi juga karena kesalapahaman dalam menanggapi lingkungan dengan tepat. Seluruh tingkah laku manusia didapat dengan cara belajar dan juga tingkah laku tersebut dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar
C. Tujuan Konseling
- Menghapus/menghilangkan tingkah laku maldaptif (masalah) untukdigantikan dengan tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan klien
- Tujuan yang sifatnya umum harus dijabarkan ke dalam perilaku yang spesifik : (a) diinginkan oleh klien; (b) konselor mampu dan bersedia membantu mencapai tujuan tersebut; (c) klien dapat mencapai tujuan tersebut; (d) dirumuskan secara spesifik
- Konselor dan klien bersama-sama (bekerja sama) menetapkan/merumuskan tujuan-tujuan khusus konseling.
D. Deskripsi Proses Konseling
Proses konseling adalah proses belajar, konselor membantu terjadinya proses belajar tersebut.
Konselor aktif :
- Merumuskan masalah yang dialami klien dan menetapkan apakah konselor dapat membantu pemecahannya atu tidak
- Konselor memegang sebagian besar tanggung jawab atas kegiatan konseling, khususnya tentang teknik-teknik yang digunakan dalam konseling
- Konselor mengontrol proses konseling dan bertanggung jawab atas hasil-hasilnya.
Deskripsi langkah-langkah konseling :
- Assesment, langkah awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika perkembangan klien (untuk mengungkapkan kesuksesan dan kegagalannya, kekuatan dan kelemahannya, pola hubungan interpersonal, tingkah laku penyesuaian, dan area masalahnya) Konselor mendorong klien untuk mengemukakan keadaan yang benar-benar dialaminya pada waktu itu. Assesment diperlukan untuk mengidentifikasi motode atau teknik mana yang akan dipilih sesuai dengan tingkah laku yang ingin diubah.
- Goal setting, yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari langkah assessment konselor dan klien menyusun dan merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam konseling. Perumusan tujuan konseling dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
(b) Klien mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil konseling
(c) Konselor dan klien mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan klien :
- apakah merupakan tujuan yang benar-benar dimiliki dan diinginkan klien;
- apakah tujuan itu realistic
- kemungkinan manfaatnya;
- kemungkinan kerugiannya
- Konselor dan klien membuat keputusan apakahmelanjutkan konseling dengan menetapkan teknik yang akan dilaksanakan, mempertimbangkan kembali tujuan yang akan dicapai, atau melakukan referal.
- Technique implementation, yaitu menentukan dan melaksanakan teknik konseling yang digunakan untuk mencapai tingkah laku yang diinginkan yang menjadi tujuan konseling.
- Evaluation termination, yaitu melakukan kegiatan penilaian apakah kegiatan konseling yang telah dilaksanakan mengarah dan mencapai hasil sesuai dengan tujuan konseling.
- Feedback, yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk memperbaiki dan meingkatkan proses konseling.
Teknik konseling behavioral didasarkan pada penghapusan respon yang telah dipelajari (yang membentuk tingkah laku bermasalah) terhadap perangsang, dengan demikian respon-respon yang baru (sebagai tujuan konseling) akan dapat dibentuk.
E. Prinsip Kerja Teknik Konseling Behavioral
- Memodifikasi tingkah laku melalui pemberian penguatan. Agar klien terdorong untuk merubah tingkah lakunya penguatan tersebut hendaknya mempunyai daya yang cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku klien.
- Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku yang tidak diinginkan.
- Memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan mengakibatkan terhambatnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan.
- Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui pemberian contoh atau model (film, tape recorder, atau contoh nyata langsung).
- Merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang diinginkan dengan sistem kontrak. Penguatannya dapat berbentuk ganjaran yang berbentuk materi maupun keuntungan sosial.
F. Teknik-teknik Konseling Behavioral
Latihan Asertif
Teknik ini digunakan untuk melatih klien yang mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau benar. Latihan ini terutama berguna di antaranya untuk membantu individu yang tidak mampu mengungkapkan perasaan tersinggung, kesulitan menyatakan tidak, mengungkapkan afeksi dan respon posistif lainnya. Cara yang digunakan adalah dengan permainan peran dengan bimbingan konselor. Diskusi-diskusi kelompok juga dapat diterapkan dalam latihan asertif ini.
Desensitisasi Sistematis
Desensitisasi sistematis merupakan teknik konseling behavioral yang memfokukskan bantuan untuk menenangkan klien dari ketegangan yang dialami dengan cara mengajarkan klien untuk rileks. Esensi teknik ini adalah menghilangkan tingkah laku yang diperkuat secara negatif dan menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan. Dengan pengkondisian klasik respon-respon yang tidak dikehendaki dapat dihilangkan secara bertahap. Jadi desensitisasi sistematis hakikatnya merupakan teknik relaksi yang digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negatif biasanya merupakan kecemasan, dan ia menyertakan respon yang berlawanan dengan tingkah laku yang akan dihilangkan.
Pengkondisian Aversi
Teknik ini dapat digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepekaan klien agar mengamati respon pada stimulus yang disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.
Stimulus yang tidak menyenangkan yang disajikan tersebut diberikan secara bersamaan dengan munculnya tingkah laku yang tidak dikehendaki kemunculannya. Pengkondisian ini diharapkan terbentuk asosiasi antara tingkah laku yang tidak dikehendaki dengan stimulus yang tidak menyenangkan.
Pembentukan Tingkah laku Model
Teknik ini dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku baru pada klien, dan memperkuat tingkah laku yang sudah terbentuk. Dalam hal ini konselor menunjukkan kepada klien tentang tingkah laku model, dapat menggunakan model audio, model fisik, model hidup atau lainnya yang teramati dan dipahami jenis tingkah laku yang hendak dicontoh. Tingkah laku yang berhasil dicontoh memperoleh ganjaran dari konselor. Ganjaran dapat berupa pujian sebagai ganjaran sosial.
Covert Sensitization
Teknik ini dapat digunakan untuk merawat tingkah laku yang menyenangkan klien tapi menyimpang, seperti homosex, alcoholism. Caranya: Belajar rileks dan diminta membayangkan tingkah laku yang disenangi itu. Kemudian di saat itu diminta membayangkan sesuatu yang tidak menyenangkan dirinya. Misalnya, seorang peminum, sambil rileks diminta untuk membayangkan minuman keras. Di saat gelas hamper menyentuh bibirnya, diminta untuk membayangkan rasa muak dan ingin muntah. Hal ini diminta berulangkali dilakukan, hingga hilang tingkah laku peminumnya.
Thought Stopping
Teknik ini dapat digunakan untuk klien yang sangat cemas. Caranya klien disuruh menutup matanya dan membayangkan dirinya sedang mengatakan sesuatu yang mengganggu dirinya, misalnya membayangkan dirinya berkata “saya jahat!”. Jika klien memberi tanda sedang membayangkan yang dicemaskannya (ia berkata pada dirinya: “saya jahat!”), terpis segera berteriak dengan nyaring : “berhenti!”. Pikiran yang tidak karuan itu segera diganti oleh teriakan terapis. Klien diminta berulang kali melakukan latihan ini, hingga dirinya sendiri sanggup menghentikan pikiran yang mengganggunya itu.
sumber : http://bk-upy.com/behavior-therapy/
Senin, 29 April 2013
Rational Emotive Therapy
Rational emotive therapy merupakan teori yang
dikemukakan oleh Albert Ellis, teori ini memandang masalah pada
hakikatnya terletak pada keyakinan tidak rational, bukan terletak pada
sesuatu yang terjadi.
Menurut pendekatan teori ini, manusia memiliki tiga potensi pokok, yaitu: (a) Potensi berpikir, baik yang rasional maupun tidak rasional, (b)Kecenderungan untuk menjaga kelangsungan keadaan dirinya, keberadaanya, kebahagiaan, kesempatan memikirkan dan mengungkapkanya dengan kata – kata, mencintai, berkomunikasi dengan orang lain, serta terjadinya pertumbuhan dan aktualisasi diri, (c) Memiliki dorongan dari dalam dirinya untuk merusak diri sendiri, menghindar dari memikirkan sesuatu, menunda – nunda, berulang – ulang melakukan kekeliruan, percaya pada tahayul, tidak memiliki tenggang rasa, menjadi perfeksionis, menyalahkan diri sendiri, dan menghindari adanya aktualisasi potensi pertumbuhan yang dimilikinya.
Pada hakikatnya teori ini mendorong manusia untuk mau menerima dirinya sebagai mahluk yang memiliki sisi negatif (selalu membuat kesalahan) dan sisi positif (belajar hidup damai dengan dirinya sendiri).
Masalah atau gangguan emosional berasal dari (a) kita mempelajari keyakinan yang tidak rasional adalah dari orang lain yang signifikan pada masa kanak – kanak, (b) Kita sendiri yang menciptakan dogma dan takhayul (superstision) yang tidak rasional itu, kemudian (c) secara aktif kita menanamkan kembali keyakinan keliru itu dengan jalan memproses sugesti pada diri sendiri (self repetition).
Jadi disfungsional terjadi karena sebagian besar pergaulan yang kita buat sendiri terhadap pikiran yang tidak rasional yang diindoktrinasikan kepada kita dulu yang memberikan tuntutan kepada kita agar dunia ini seharusnya, seyogyanya, dan harus berbeda.
Ellis menggambarkan hakikat masalah ini dengan konsep berikut:
A (Activing event) B (Believe) C(emotional and behavioral consequence)
-A adalah keberadaan fakta, suatu peristiwa, atau perilaku atau sikap seorang individu
-B adalah Keyakinan si pribadi (A), pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa.
-C adalah Konsekuensi emosi dan perilaku ataupun reaksi si individu; reaksi tersebut bisa cocok atau tidak.
Dalam konsep ini peristiwa yang sedang terjadi pada (A) tidak menjadi penyebab pada (C/konsekuensi emosi), melainkan (B/keyakinan si pribadi pada A) yang menjadi penyebabnya. Misalnya, apabila seorang mengalami depresi setelah bercerai dengan suami / istrinya, mungkin bukan perceraian (A) itu sendiri yang menjadi penyebab reaksi dalam bentuk depresi, tetapi keyakinan si individu (B) bahwa ia gagal, merasa di tolak, atau kehilangan pasangan yang menjadi penyebabnya.
Pendekatan yang Dilakukan
Pendekatan yang dilakukan adalah melakukan disputing intervention (meragukan/ membantah) (D) terhadap keyakinan dan pemikiran yang tidak rasional pada (B) agar berubah pada keyakinan , pemikiran dan falsafah rasional yang baru (E), sehingga lahir (F) yaitu perangkat perasaan yang baru, dengan demikian kita tidak akan merasa tertekan, melainkan kita akan merasakan segala sesuatu sesuai dengan situasi yang ada.
Teori pendekatan DEF dari ellis jika digambarkan dalam bentuk bagan adalah demikian:
D (disputing intervention) E (effect) F (new Feeling)
D adalah yang meragukan atau membantah. Pada isensinya merupakan aplikasi dari metode ilimiah untuk menolong klien membantah keyakinan irasional. Ellis dan Bernard (1986) melukiskan tiga komponen dari proses membantah ini:
Pertama: klien belajar cara mendeteksi keyakinan irasional mereka, terutama kemutlakan seharusnya dan harus, sifat berlebihan, dan pelecehan pada diri sendiri.
Kedua: klien memperdebatkan keyakinan yang disfungsional itu dengan belajar cara mempertanyakan semua itu secara logis dan empiris dan dengan sekuat tenaga mempertanyakan kepada diri sendiri serta berbuat untuk tidak mempercayainya.
Ketiga: klien belajar untuk mendiskriminasikan keyakinan yang irasional an rasional.
E adalah falsafah efektif, yang memiliki segi praktis. Falsafah rasional yang baru dan efektif terdiri dari menggantikan yang tidak pada tempatnya dengan yang cocok. Apabila itu berhasil maka akan tercipta F atau new feeling
F adalah perangkat perasaan yang baru. Kita tidak lagi merasakan cemas yang sungguh-sungguh, melainkan kita mengalami segala sesuatu sesuai dengan situasi yang ada.
Pribadi yang tidak sehat adalah pribadi yang terbelenggu oleh ide tidak rasionalnya dan suka menyalahkan diri sendiri maupun orang lain. Menurut teori ini bahwa menyalahkan adalah merupakan inti dari sebagian gangguan emosional.
sumber : http://www.masbow.com/2008/10/psikoterapi-rational-emotive.html
Menurut pendekatan teori ini, manusia memiliki tiga potensi pokok, yaitu: (a) Potensi berpikir, baik yang rasional maupun tidak rasional, (b)Kecenderungan untuk menjaga kelangsungan keadaan dirinya, keberadaanya, kebahagiaan, kesempatan memikirkan dan mengungkapkanya dengan kata – kata, mencintai, berkomunikasi dengan orang lain, serta terjadinya pertumbuhan dan aktualisasi diri, (c) Memiliki dorongan dari dalam dirinya untuk merusak diri sendiri, menghindar dari memikirkan sesuatu, menunda – nunda, berulang – ulang melakukan kekeliruan, percaya pada tahayul, tidak memiliki tenggang rasa, menjadi perfeksionis, menyalahkan diri sendiri, dan menghindari adanya aktualisasi potensi pertumbuhan yang dimilikinya.
Pada hakikatnya teori ini mendorong manusia untuk mau menerima dirinya sebagai mahluk yang memiliki sisi negatif (selalu membuat kesalahan) dan sisi positif (belajar hidup damai dengan dirinya sendiri).
Masalah atau gangguan emosional berasal dari (a) kita mempelajari keyakinan yang tidak rasional adalah dari orang lain yang signifikan pada masa kanak – kanak, (b) Kita sendiri yang menciptakan dogma dan takhayul (superstision) yang tidak rasional itu, kemudian (c) secara aktif kita menanamkan kembali keyakinan keliru itu dengan jalan memproses sugesti pada diri sendiri (self repetition).
Jadi disfungsional terjadi karena sebagian besar pergaulan yang kita buat sendiri terhadap pikiran yang tidak rasional yang diindoktrinasikan kepada kita dulu yang memberikan tuntutan kepada kita agar dunia ini seharusnya, seyogyanya, dan harus berbeda.
Ellis menggambarkan hakikat masalah ini dengan konsep berikut:
A (Activing event) B (Believe) C(emotional and behavioral consequence)
-A adalah keberadaan fakta, suatu peristiwa, atau perilaku atau sikap seorang individu
-B adalah Keyakinan si pribadi (A), pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa.
-C adalah Konsekuensi emosi dan perilaku ataupun reaksi si individu; reaksi tersebut bisa cocok atau tidak.
Dalam konsep ini peristiwa yang sedang terjadi pada (A) tidak menjadi penyebab pada (C/konsekuensi emosi), melainkan (B/keyakinan si pribadi pada A) yang menjadi penyebabnya. Misalnya, apabila seorang mengalami depresi setelah bercerai dengan suami / istrinya, mungkin bukan perceraian (A) itu sendiri yang menjadi penyebab reaksi dalam bentuk depresi, tetapi keyakinan si individu (B) bahwa ia gagal, merasa di tolak, atau kehilangan pasangan yang menjadi penyebabnya.
Pendekatan yang Dilakukan
Pendekatan yang dilakukan adalah melakukan disputing intervention (meragukan/ membantah) (D) terhadap keyakinan dan pemikiran yang tidak rasional pada (B) agar berubah pada keyakinan , pemikiran dan falsafah rasional yang baru (E), sehingga lahir (F) yaitu perangkat perasaan yang baru, dengan demikian kita tidak akan merasa tertekan, melainkan kita akan merasakan segala sesuatu sesuai dengan situasi yang ada.
Teori pendekatan DEF dari ellis jika digambarkan dalam bentuk bagan adalah demikian:
D (disputing intervention) E (effect) F (new Feeling)
D adalah yang meragukan atau membantah. Pada isensinya merupakan aplikasi dari metode ilimiah untuk menolong klien membantah keyakinan irasional. Ellis dan Bernard (1986) melukiskan tiga komponen dari proses membantah ini:
Pertama: klien belajar cara mendeteksi keyakinan irasional mereka, terutama kemutlakan seharusnya dan harus, sifat berlebihan, dan pelecehan pada diri sendiri.
Kedua: klien memperdebatkan keyakinan yang disfungsional itu dengan belajar cara mempertanyakan semua itu secara logis dan empiris dan dengan sekuat tenaga mempertanyakan kepada diri sendiri serta berbuat untuk tidak mempercayainya.
Ketiga: klien belajar untuk mendiskriminasikan keyakinan yang irasional an rasional.
E adalah falsafah efektif, yang memiliki segi praktis. Falsafah rasional yang baru dan efektif terdiri dari menggantikan yang tidak pada tempatnya dengan yang cocok. Apabila itu berhasil maka akan tercipta F atau new feeling
F adalah perangkat perasaan yang baru. Kita tidak lagi merasakan cemas yang sungguh-sungguh, melainkan kita mengalami segala sesuatu sesuai dengan situasi yang ada.
Pribadi yang tidak sehat adalah pribadi yang terbelenggu oleh ide tidak rasionalnya dan suka menyalahkan diri sendiri maupun orang lain. Menurut teori ini bahwa menyalahkan adalah merupakan inti dari sebagian gangguan emosional.
sumber : http://www.masbow.com/2008/10/psikoterapi-rational-emotive.html
Minggu, 21 April 2013
Analisis Transaksional
Teori Analisis Transaksional dikembangkan oleh Eric Berne pada tahun 1960 yang menjelaskan perlunya memahami diri agar dapat membina hubungan baik dengan sesama manusia merupakan masalah yang mendasar . Analisis transaksional mengkaji secara mendalam tentang proses transaksi pesan-pesan diantara para peserta komunikasi ,karena dalamkominikasi antar persona terdapat proses dialogis pesan diantara orang-orang yang terlibat .Teori ini menjelaskan bahwa setiap individu memiliki tiga macam ego ,yaitu :
- Ego orang tua
- Ego orang dewasa
- Ego anak-anak
Analisis
Transaksional (AT) adalah salah satu pendekatan Psychotherapy yang
menekankan pada hubungan interaksional. AT dapat dipergunakan untuk
terapi individual, tetapi terutama untuk pendekatan kelompok. Pendekatan
ini menekankan pada aspek perjanjian dan keputusan. Melalui perjanjian
ini tujuan dan arah proses terapi dikembangkan sendiri oleh klien, juga
dalam proses terapi ini menekankan pentingnya keputusan-keputusan yang
diambil oleh klien. Maka proses terapi mengutamakan kemampuan klien
untuk membuat keputusan sendiri, dan keputusan baru, guna kemajuan
hidupnya sendiri.
KONSEP-KONSEP UTAMA
Konsep Dasar Pandangan tentang sikap manusia
Analisis
Transaksional berakar dalam suatu filsafat anti deterministik yang
memandang bahwa kehidupan manusia bukanlah suatu yang sudah ditentukan.
Analisis Transaksional didasarkan pada asumsi atau anggapan bahwa orang
mampu memahami keputusan-keputusan pada masa lalu dan kemudian dapat
memilih untuk memutuskan kembali atau menyesuaikan kembali keputusan
yang telah pernah diambil. Berne dalam pandangannya meyakini bahwa
manusia mempunyai kapasitas untuk memilih dan, dalam menghadapi
persoalan-persoalan hidupnya.
Kata
transaksi selalu mengacu pada proses pertukaran dalam suatu hubungan.
Dalam komunikasi antarpribadi pun dikenal transaksi, yang dipertukarkan
adalah pesan pesan baik verbal maupun nonverbal. Analisis transaksional
sebenarnya bertujuan untuk mengkaji secara mendalam proses transaksi
(siapa-siapa yang terlibat di dalamnya dan pesan apa yang
dipertukarkan).
Perwakilan Ego
Dalam
diri setiap manusia, seperti dikutip Collins (1983), memiliki tiga
status ego. Sikap dasar ego yang mengacu pada sikap orang tua (Parent=
P. exteropsychic); sikap orang dewasa (Adult=A. neopsychic); dan ego
anak (Child = C, arheopsychic). Ketiga sikap tersebut dimiliki setiap
orang (baik dewasa, anak-anak, maupun orangtua). AT menggunakan suatu
sistem terapi yang berlamdaskan pada teori kepribadian yang menggunakan
pola perwakilan ego yang erpisah; orang tua, orang dewasa, dan anak.
Menurut corey (1988), bahwa ego orang tua adalah bagian kepribadian yang
merupakan introyeksi dari orang tua atau subtitusi orang tua. Jika ego
orang tua itu dialami kembali oleh kita, maka apa yang dibayangkan
adalah perasaan-perasaan orang tua kita dalam suatu situasi, atau kita
merasa dan bertindak terhadap orang lain dengan cara yang sama dengan
perasaaan dan tindakan orang tua kita terhadap diri kita. Ego orang tua
berisi perintah-perintah “harus” dan “semestinya”. Orang tua dalam diri
kita bisa “orang tua pelindung” atau orang tua pengkritik”.
Ego
orang dewasa adalah pengolah data dan informasi., adalah bagian
objektif dari kepribadian, juga menjadi bagian dari kepribadian yang
mengetahui apa yang sedang terjadi. Dia tidak emosional dan meghakimi,
tetapi menangani fakta-fakta dan kenyataan ekternal. Berdasarkan
informasi yang tersedia, ego orang dewasa menghasilkan pemecahan yang
paling baik untuk masalah-masalah tertentu.
Selanjutnya,
ego anak berisi perasaan-perasaan, dorongan dan tindakan yang bersifat
spontan, “anak” yang berada dalam diri kita bisa berupa “anak alamiah,”
adalah anak yang impulsif, tak terlatih, spontan, dan ekspresif. Dia
adalah bagian dari ego anak yang intuitif. Ada juga berupa “anak
disesuiakan,” yaitu merupakan modifikasi-modifikasi yang dihasilkan oleh
pengalaman traumatik, tuntutan-tuntutan, latihan, dan
ketepatan-ketepatan tentang bagaimana caranya memperoleh perhatian.
Tujuan Terapi
Tujuan
utama dari AT adalah membantu klien dalam membuat keputusan-keputusan
baru yang berhubungan tingkah lakunya saat ini dan arah hidupnya.
Sedangkan sasarnya adalah mendorong klien agar menyadari, bahwa
kebebasan dirinya dalam memilih telah dibatasi oleh ketusan awal
mengenai posisi hidupnya serta pilihan terhadap cara-cara hidup yang
stagnan dan deterministik. Menurut Berne (1964) dalam Corey (1988) bahwa
tujuan dari AT adalah pencapaian otonom yang diwujudkan oleh penemuan
kembali tiga karakteristik; kesadaran, spontanitas, dan keakraban.
Penekanan
terapi adalah menggantikan gaya hidup yang ditandai oleh permainan yang
manipulatif dan oleh skenario-skenario hidup yang menyalahkan diri dan
gaya hidup otonom ditandai dengan kesadaran spontanitas dan keakraban.
Menurut Haris (19967) yang dikutip dalam Corey (1988) tujuan pemberian
treatment adalah menyembuhkan gejala yang timbul dan metode treatment
adalah membebaskan ego Orang Dewasa sehingga bisa mengalami kebebasan
memilih dan penciptaan pilihan-pilihan baru atas pengaruh masa lampau
yang membatasi. Tujuan terapeutik, dicapai dengan mengajarkan kepada
klien dasar-dasar ego Orang Tua, ego Orang Dewasa, dan ego Anak. Para
klien dalam setting kelompok itu belajar bagaimana menyadari dan
menjabarkan ketiga ego selama ego-ego tersebut muncul dalam
transaksi-transaksi kelompok.
Fungsi dan Peran Terapis
Harris
(1967) yang dikutip dalam Corey (1988) memberikan gambaran peran
terapis, seperti seorang guru, pelatih atau nara sumber dengan penekanan
kuat pada keterlibatan. Sebagai guru, terapis menerangkan konsep-konsep
seperti analisis struktural, analisis transaksional, analisis skenario,
dan analisis permainan. Selanjutnya menurut Corey (1988), peran terapis
yaitu membantu klien untuk membantu klien menemukan suasana masa lampau
yang merugikan dan menyebabkan klien membuat keputusan-keputusan awal
tertentu, mengindentifikasikan rencana hidup dan mengembangkan
strategi-strategi yang telah digunakannya dalam menghadapi orang lain
yang sekarang mungkin akan dipertimbangkannya. Terapis membantu klien
memperoleh kesadaran yang lebih realistis dan mencari
alternatif-alternatif untu menjalani kehidupan yang lebih otonom.
Terapis
memerlukan hubungan yang setaraf dengan klien, menunjuk kepada kontrak
terapi, sebagai bukti bahwa terapis dan klien sebagai pasangan dalam
proses terapi. Tugas terapi adalah, menggunakan pengetahuannya untuk
mendukung klien dalam hubungannya dengan suatu kontrak spesifik yang
jelas diprakarsai oleh klien. Konselor memotivasi dan mengajari klien
agar lebih mempercayai ego Orang Dewasanya sendiri ketimbang ego Orang
Dewasa konselor dalam memeriksa keputusan–keputusan lamanya serta untuk
membuat keputusan-keputusan baru.
Hubungan Konselor Dengan Klien
Pelaksanaan
terapi AT beradasarkan kontrak, kontrak tersebut menjelaskan keinginan
klien untuk berubah, di dalam kontrak berisi kesepakatan-kesepakatan
yang spesifik, jelas, dan ringkas. Kontrak menyatakan apa yang dilakukan
oleh klien, bagaimana klien melangkah ke arah tujuan-tujuan yang telah
ditetapkannya dan kapan kontrak tersebut akan berakhir. Kontrak dapat
diperpanjang, konselor akan mendukung dan bekerja sesuai kontrak yang
telah menjadi kesepakatan bersama. Pentingnya keberadaan kontrak, karena
umumnya dalam terapi, klien seringkali keluar dari kesepakatan awal.
Menyimpang, cenderung memunculkan masalah-masalah baru, bersikap pasif,
dan dependen akibatnya proses penyembuhan membutuhkan tambahan waktu.
Dengan adanya kontrak maka kewajiban tanggungjawab bagi klien semakin
jelas, membuat usaha klien untuk tidak keluar pada kesepakatan dan
komitmen untuk penyembuhan tetap menjadi perhatian, maka klien menjadi
fokus pada tujuan-tujuan sehingga proses penyembuhan akan semakin cepat.
Maksud
dari kontrak lebih spesifik, yaitu menyepakati cara-cara yang
sesungguhnya digunakan dalam terapi yang disesuikan dengan kebutuhan
klien dengan memperhatikan apakah untuk individu atau kelompok.
Contoh
dalam kontrak, misalnya klien membutuhkan hubungan yang harmonis dan
bermakna dengan orang lain, kemudian dia berkata, “Saya merasa kesepian
dan saya ingin lebih memiliki hubungan yang harmonis dengan para
kerabat”. Maka, kontrak yang dibuat harus mencakup latihan yang spesifik
dengan mengerjakan tugas oleh kliean agar dia memiliki kepercayaan diri
untuk berhubungan secara harmonis dan bermakna. Bagaimana dengan klien
yang bingung menentukan apa yang menjadi keinginannya? Selanjutnya untuk
membuat kontrak pun akan sulit, Corey (1988) memberikan solusi, bagi
mereka yang seperti itu disarankan untuk memulai dan menetapkan kontrak
jangka pendek atau kontrak yang lebih mudah dengan berkonsultasi tidak
terlalu lama diyakini kontrak akan bisa ditetapkan. Perlu dipahami bahwa
kontrak buka tujuan, melainkan sebagai alat untuk membantu klien untuk
dapat menerima tanggunjawab agar lebih aktif dan otonom.
Beberapa
hal yang perlu diperhatikan oleh konselor ketika membangun hubungan
dengan klien; Pertama, tidak ada kesenjangan pemahaman antara klien dan
konselor yang tidak dapat jembatani. Kedua, klien memiliki hak-hak yang
sama dan penuh dalam terapi, artinya klien memiliki hak untuk menyimpan
atau tidak mengungkapkan sesuatu yang dianggap rahasia. Ketiga, kontrak
memperkecil perbedaan status dan menekankan persamaan di antara konselor
dan klien.
Teknik dan Prosedur Terapi
Untuk
melakukan terapi dengan pendekatan AT menurut Haris dalam Corey (1988)
treatment individu-individu dalam kelompok adalah memilih
analisis-analisis transaksional, menurutnya fase permualaan AT sebagai
suatu proses mengajar dan belajar serta meletakan pada peran didaktik
terapis kelompok. Konsep-konsep AT beserta tekniknya sangat relevan
diterapkan pada situasi kelompok, meskipun demikian penerapan pada
individu juga dianggap boleh dilakukan. Beberapa manfaat yang dapat
diperoleh, bila digunakan dengan pendekatan kelompok. Pertama, berbagai
ego Orang Tua mewujudkan dirinya dalam transaksi-transaksi bisa diamati.
Kedua, karakteristik-karakteristik ego anak pada masing-masing individu
di kelompok bisa dialami. Ketiga, individu dapat mengalami dalam suatu
lingkungan yang bersifat alamiah, yang ditandai oleh keterlibatan orang
lain. Keempat, konfrontasi permainan yang timbal-balik dapat muncul
secara wajar. Kelima, para klien bergerak dan membaik lebih cepat dalam
treatment kelompok.
Prosedur
pada AT dikombinasikan dengan terapi Gestalt, seperti yang dikemukakan
oleh James dan Jongeward (1971) dalam Corey (1988) dia menggabungkan
konsep dan prosedur AT dengan eksperimen Gestalt, dengan kombinasi
tersebut hasil yang diperoleh dapat lebih efektif untuk mencapai
kesadaran diri dan otonom. Sedangkan teknik-teknik yang dapat dipilih
dan diterapkan dalam AT, yaitu;
a. Analisis struktural, para klien akan belajar bagaimana mengenali
ketiga perwakilan ego-nya, ini dapat membantu klien untuk mengubah
pola-pola yang dirasakan dapat menghambat dan membantu klien untuk
menemukan perwakilan ego yang dianggap sebagai landasan tingkah lakunya,
sehingga dapat melihat pilihan-pilihan.
b. Metode-metode didaktik, AT menekankan pada domain kognitif, prosedur belajar-mengajar menjadi prosedur dasar dalam terapi ini.
c. Analisis transaksional, adalah penjabaran dari yang dilakukan
orang-orang terhadap satu sama lain, sesuatu yang terjadi diantara
orang-orang melibatkan suatu transaksi diantara perwakilan ego mereka,
dimana saat pesan disampaikan diharapkan ada respon. Ada tiga tipe
transaksi yaitu; komplementer, menyilang, dan terselubung.
- Permainan peran, prosedur-prosedur AT dikombinasikan dengan teknik psikodrama dan permainan peran. Dalam terapi kelompok, situasi permainan peran dapat melibatkan para anggota lain. Seseorang anggota kelompok memainkan peran sebagai perwakilan ego yang menjadi sumber masalah bagi anggota lainnya, kemudian dia berbicara pada anggota tersebut. Bentuk permainan yang lain adalah permainan menonjolkan gaya-gaya yang khas dari ego Orang Tua yang konstan.
- Analisis upacara, hiburan, dan permainan, AT meliputi pengenalan terhadap upacara (ritual), hiburan, dan permainan yang digunakan dalam menyusun waktunya. Penyusunan waktu adalah bahan penting bagi diskusi dan pemeriksaan karena merefleksikan keputusan tentang bagaimana menjalankan transaksi dengan orang laindan memperoleh perhatian.
- Analisa skenario, kekurangan otonomi berhubungan dengan keterikatan individu pada skenario atau rencana hidup yang ditetapkan pada usia dini sebagai alat untuk memenuhi kebutuhannya di dunia sebagaimana terlihat dari titik yang menguntungkan menurut posisi hidupnya. Skenario kehidupan, yang didasarkan pada serangkaian keputusan dan adaptasi sangat mirip dengan pementasan sandiwara.
sumber : http://go2psychology.blogspot.com/2012/01/analisis-transaksional.html
http://nuraminsaleh.blogspot.com/2013/01/teori-analisis-transaksional-eric-berne.html
Sabtu, 13 April 2013
Logoterapi
Pengertian Logoterapi
Logoterapi diperkenalkan oleh Viktor Frankl, seorang dokter ahli penyakit saraf dan jiwa (neuro-psikiater). Logoterapi berasal dari kata “logos” yang dalam bahasa Yunani berarti makna (meaning) dan juga rohani (spirituality),
sedangkan terapi adalah penyembuhan atau pengobatan. Logoterapi secara
umum dapat digambarkan sebagai corak psikologi/ psikiatri yang mengakui
adanya dimensi kerohanian pada manusia di samping dimensi ragawi dan
kejiwaan, serta beranggapan bahwa makna hidup (the meaning of life) dan hasrat untuk hidup bermakna (the will of meaning) merupakan motivasi utama manusia guna meraih taraf kehidupan bermakna (the meaningful life) yang didambakannya.
Ada tiga asas utama logoterapi yang menjadi inti dari terapi ini, yaitu:
- Hidup itu memiliki makna (arti) dalam setiap situasi, bahkan dalam penderitaan dan kepedihan sekalipun. Makna adalah sesuatu yang dirasakan penting, benar, berharga dan didambakan serta memberikan nilai khusus bagi seseorang dan layak dijadikan tujuan hidup.
- Setiap manusia memiliki kebebasan – yang hampir tidak terbatas – untuk menentukan sendiri makna hidupnya. Dari sini kita dapat memilih makna atas setiap peristiwa yang terjadi dalam diri kita, apakah itu makna positif atupun makna yang negatif. Makna positif ini lah yang dimaksud dengan hidup bermakna.
- Setiap manusia memiliki kemampuan untuk mangambil sikap terhadap peristiwa tragis yang tidak dapat dielakkan lagi yang menimpa dirinya sendiri dan lingkungan sekitar. Contoh yang jelas adalah seperti kisah Imam Ali diatas, ia jelas-jelas mendapatkan musibah yang tragis, tapi ia mampu memaknai apa yang terjadi secara positif sehingga walaupun dalam keadaan yang seperti itu Imam tetap bahagia.
Ajaran Logoterapi
Ketiga asas itu tercakup dalam ajaran logoterapi mengenai eksistensi manusia dan makna hidup sebagai berikut.
a. Dalam setiap keadaan, termasuk dalam penderitaan sekalipun, kehidupan ini selalu mempunyai makna.
b. Kehendak untuk hidup bermakna merupakan motivasi utama setiap orang.
c. Dalam
batas-batas tertentu manusia memiliki kebebasan dan tanggung jawab
pribadi untuk memilih, menentukan dan memenuhi makna dan tujuan
hidupnya.
d. Hidup bermakna diperoleh dengan jalan merealisasikan tiga nilai kehidupan, yaitu nilai-nilai kreatif (creative values), nilai-nilai penghayatan (eksperiental values) dan nilai-nilai bersikap (attitudinal values).
Tujuan Logoterapi
Tujuan dari logoterapi adalah agar setiap pribadi:
a. memahami
adanya potensi dan sumber daya rohaniah yang secara universal ada pada
setiap orang terlepas dari ras, keyakinan dan agama yang dianutnya;
b. menyadari bahwa sumber-sumber dan potensi itu sering ditekan, terhambat dan diabaikan bahkan terlupakan;
c. memanfaatkan
daya-daya tersebut untuk bangkit kembali dari penderitaan untuk mamp[u
tegak kokoh menghadapi berbagai kendala, dan secara sadar mengembangkan
diri untuk meraih kualitas hidup yang lebih bermakna.
Pandangan Logoterapi terhadap Manusia
a. Menurut Frankl manusia merupakan kesatuan utuh dimensi ragawi, kejiwaan dan spiritual. Unitas bio-psiko-spiritual.
b. Frankl
menyatakan bahwa manusia memiliki dimensi spiritual yang terintegrasi
dengan dimensi ragawai dan kejiwaan. Perlu dipahami bahwa sebutan “spirituality”
dalam logoterapi tidak mengandung konotasi keagamaan karena dimens ini
dimiliki manusia tanpa memandang ras, ideology, agama dan keyakinannya.
Oleh karena itulah Frankl menggunakan istilah noetic sebagai padanan dari spirituality, supaya tidak disalahpahami sebagai konsep agama.
c. Dengan adanya dimensi noetic ini manusiamampu melakukan self-detachment, yakni dengan sadar mengambil jarak terhadap dirinya serta mampu meninjau dan menilai dirinya sendiri.
d. Manusia
adalah makhluk yang terbuka terhadap dunia luar serta senantiasa
berinteraksi dengan sesama manusia dalam lingkungan sosial-budaya serta
mampu mengolah lingkungan fisik di sekitarnya.
Logoterapi sebagai Teori Kepribadian
Kerangka pikir teori kepribadian model logoterapi dan dinamika kepribadiannya dapat digambarkan sebagai berikut:
Setiap
orang selalu mendambakan kebahagiaan dalam hidupnya. Dalam pandangan
logoterapi kebahagiaan itu tidak datang begitu saja, tetapi merupakan
akibat sampingan dari keberhasilan seseorang memenuhi keinginannya untuk
hidup bermakna (the will to meaning). Mereka yang berhasil memenuhinya akan mengalami hidup yang bermakna (meaningful life) dan ganjaran (reward)
dari hidup yang bermakna adalah kebahagiaan (happiness). Di lain pihak
mereka yang tak berhasil memenuhi motivasi ini akan mengalami kekecewaan
dan kehampaan hidup serta merasakan hidupnya tidak bermakna (meaningless).
Selanjutnya akibat dari penghayatan hidup yang hampa dan tak bermakna
yang berlarut-larut tidak teratasi dapat mengakibatkan gangguan neurosis
(noogenik neurosis) mengembangkan karakter totaliter (totalitarianism) dan konformis (conformism).
sumber : http://luthfis.wordpress.com/2008/05/11/logoterapi-sebuah-pendekatan-untuk-hidup-bermakna/
Rabu, 27 Maret 2013
Person Centered Therapy
Person Centered Therapy dikemukakan pertama kali oleh Carl Rogers dengan sebutan nondirective counseling.
Rogers(sebagai terapis) meminimalkan pengarahannya dan
membantu
kliennya memperjelas persepsi mereka mengenai diri sendiri. Rogers meneliti tentang persepsi klien terhadap self-aktual dan
self-idealnya. Reflection of feelings adalah teknik yang
dilakukan terapis dalam memposisikan dirinya sebagai cermin bagi klien,
agar klien dapat lebih mengenal dirinya, menerima diri sendiri, dan
kemudian dapat mempersepsikan keadaannya sekarang (Sundberg et al,
2002).
Konsep Dasar Person Centered Therapy
Person Centered Therapy adalah bahwa inidividu memiliki kecenderungan untuk mengakutalisasikan diri (actualizing tendencies)
yang berfungsi satu sama lain dalam sebuah organisme. Para terapis
lebih terfokus pada “potensi apa yang dapat dimanfaatkan”. Didalam
terapi, terdapat dua kondisi inti: congruence dan unconditional positive regard. Congruence merujuk
pada bagaimana terapis dapat mengasimilasikan dan menggiring pengalaman
agar klien sadar dan memaknai pengalaman tersebut. Unconditional positive regard adalah
bagaimana terapis dapat menerima klien apa adanya, di mana terapis
membiarkan dan menerima apa yang klien ucapkan, pikirkan, dan lakukan.
Di samping itu , terdapat juga sejumlah konsep dasar dari sisi klien,
yakni self-concept, locus of evaluation, dan experiencing Self concept merujuk pada bagaimana klien memandang-memikirkan-menghargai diri sendiri. Locus of evaluation
merujuk dari sudut pandang mana klien menilai diri. Orang yang
bermasalah akan terlalu menilai diri mereka berdasar persepsi orang lain
(eksternal). Experiencing, adalah proses di mana klien mengubah pola pandangnya, dari yang kaku dan terbatas menjadi lebih terbuka.
Ada beberapa konsep-konsep kepribadian yang dikemukakan Rogers, yaitu:
1) pengalaman, yakni alam subjektif dari individual, di mana hanya indidivu spesifik yang benar-benar memahami alam subjektif dirinya sendiri;
2) realitas, yaitu
persepsi individual terhadap lingkungan sekitarnya yang subjektif, di
mana perubahan terhadap persepsi akan memengaruhi pandangan individu
terhadap dirinya;
3) kecenderungan individu untuk bereaksi sebagai keseluruhan yang beraturan (organized whole), di mana individu cenderung bereaksi terhadap apa yang penting bagi mereka (skala prioritas);
4) kecenderungan individu untuk melakukan aktualisasi,
di mana individu pada dasarnya memiliki kecenderungan untuk menunjukkan
potensi diri mereka, bahkan meskipun apa yang mereka lakukan (dan
pikirkan) irasional; 5) kerangka acuan internal yakni bagaimana individu
memandang dunia dengan cara unik mereka sendiri;
5) self atau diri, yakni bagaimana individu memandang secara keseluruhan hubungan aku (I) dan diriku (me), dan
bagaimana hubungan keduanya dengan lingkungan;
6) simbolisasi, di mana
individu menjadi sadar dengan pengalamannya, dan simbolisasi itu
seringkali muncul secara konsisten dengan konsep diri;
7) penyesuaian
psikologis, di mana keberadaan congruence antara konsep diri
dan persepsi individu akan menjadikan individu dapat melakukan
penyesuaian psikologis (dan sebaliknya);
8) proses penilaian organis,
di mana individu membuat penilaian pribadi berdasarkan nilai yang
dianutnya; dan
9) orang yang berfungsi sepenuhnya, di mana orang-orang
seperti ini adalah mereka yang mampu merasakan pengalamannya, terbuka
terhadap pengalaman, dan tidak takut akan apa yang mereka sedang dan
mungkin alami.
Bentuk Terapi
Person Centered Therapy menitikberatkan pada sikap-sikap terapis. Namun ada beberapa teknik
dasar yang harus dimiliki terapis yaitu mendengarkan klien secara aktif,
merefleksikan perasaan klien, dan kemudian menjelaskannya (Corsini
& Wedding, 2011).
Pelaksanaan
Wawancara awal digunakan untuk ....
1) menjelaskan apa yang akan dilakukan
terapi & apa yang diharapkan dari klien, kontrak terapeutik (tujuan,
harapan, kapan, dimana, lama, keterbatasan, dll);
2) mengetahuai apa
yang menjadi masalah klien, lalu untuk sampai pada diagnosis,
selanjutnya menentukan apakah klien dapat diobati apa tidak(Natiello,
1994). Terapis bersama klien mengkaji &
mendiskusikan apa yang telah dipelajari klien selama terapi berlangsung,
dan dapat di aplikasi pada kehidupan sehari-hari. Terapi dapat berakhir
jika tujuan telah tercapai, klien tidak melanjutkan lagi, atau terapis
tidak dapat lagi menolong kliennya (merujuk ke ahli lain).
Efektivitas
menggali potensi-potensi pada diri klien (aktualisasi diri, positif).
Kelebihan dan Kekurangan
Kelebihan
- Identifikasi dan hubungan terapi sebagai wahana utama dalam mengubah kepribadian.
- Lebih menekankan pada sikap terapi daripada teknik.
- Memberikan kemungkinan untuk melakukan penelitian dan penemuan kuantitatif.
- Penekanan emosi, perasaan, perasaan dan afektif dalam terapi
- Pemusatan pada klien dan bukan pada therapist
- Menawarkan perspektif yang lebih up-to-date dan optimis
Kekurangan
- Terapi berpusat pada klien dianggap terlalu sederhana
- Terlalu menekankan aspek afektif, emosional, perasaan
- Tujuan untuk setiap klien yaitu memaksimalkan diri, dirasa terlalu luas dan umum sehingga sulit untuk menilai individu.
- Tidak bisa digunakan pada penderita psikopatology yang parah
- Minim teknik untuk membantu klien memecahkan masalahnya
- Sulit bagi therapist untuk bersifat netral dalam situasi hubungan interpersonal.
sumber :http://herjuno-tisnoaji.blog.ugm.ac.id/2012/03/15/client-centered-therapy/
http://bimbingankonseling6.blogspot.com/2012/11/client-centered-therapy-cct_7354.html
Langganan:
Komentar (Atom)